(Koran Jakarta, Rabu, 09 Oktober 2019)

Ada banyak agama dan kepercayaan di Indonesia. Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan yang lainnya. Setiap penganut agama tertentu tentu mengalami aneka jalan spiritual yang berbeda. Karena itu, toleransi beragama lazim dijunjung tinggi di negara yang dihuni ratusan juta jiwa dengan aneka budaya dan tradisi yang menyertainya.

Agama menjadi topik hangat yang kerap diperbincangkan di pelbagai forum. Apalagi, agama kerap menjadi salah satu sumber konflik yang mengobarkan api kebencian di tengah-tengah masyarakat. Tentu masih melekat dalam benak kita peristiwa kerusuhan di Ploso, Ambon, Sampang, Sampit, dan beberapa daerah lainnya. Salah satu pemicu yang menjadi penyebab berkobarnya api konflik adalah masalah gesekan antaragama.

Di sinilah pentingnya menjaga toleransi. Antara penganut agama satu dan lainnya harus saling mengharga perbedaan dan kepercayaan masing-masing. Jangan sampai orang yang tidak seagama atau memiliki ritual ibadah yang tidak sama, menjadi alasan untuk mengobarkan kebencian di tengah-tengah masyarakat.

Buku Agama dan Kesadaran Kontemporer yang disusun Bartolomeus Sambo, dan kawan-kawan ini, menghadirkan berbagai perspektif tentang agama dan kehidupan masyarakat di zaman modern. Tulisan-tulisan yang dihadirkan rata-rata karya para dosen “Fenomenologi Agama”, yang memiliki banyak perspektif tentang praktik keagamaan yang ada.

Bambang Sugiharto, dalam pengantar buku ini menjelaskan, agama adalah energi sangat besar dan mendasar, yang telah membimbing peradaban manusia ke arah pencapaian-pencapaian tertingginya yang luar biasa. Karena itu, setiap pemeluk agama memiliki pengalaman spiritual berbeda-beda dalam menjalankan ritual ibadah yang dijalaninya (hlm. 15).

Menjunjung Tinggi Nilai Toleransi

Salah satu penyebab timbulnya konflik yang terjadi belakangan ini karena terkikisnya nilai-nilai toleransi. Antara pemeluk agama satu dan lainnya saling menyalahkan, bahkan cenderung mengecam keyakinan orang yang tidak sama dengan keyakinannya sendiri. Sehingga, konflik pun meletus tak bisa dibendung dan memakan korban jiwa.

Ada banyak hal yang perlu dihindari oleh para pemeluk agama tertentu, misal jangan gampang memberikan cap pada orang lain yang cenderung melukai perasaan seperti: ateis, agnostik, sekuler, kafir, bidah, dan sebagainya. Orang-orang yang bertualang mencari kepercayaan dan keimanan justru alergi terhadap institusi agama, jika belum apa-apa mereka sudah “dihakimi” dengan berbagai “cap”.

Buku 360 halaman ini bisa menjadi pedoman bagi siapa saja yang ingin melihat perkara menyangkut persoalan agama yang akhir-akhir ini kerap mencuat. Buku ini dibahas dengan begitu komprehensif dan faktual karena mengangkat hal-hal urgen dalam agama, sesuai dengan kondisi masyarakat modern. (*)

 

Agama dan Kesadaran Kontemporer | Bartolomeus Sambo, dkk. | Kanisius, Yogyakarta | Pertama, 2019 | 360 Halaman |  9789792161816

Agama dan Kesadaran Kontemporer - Koran Jakarta - 09 Oktober 2019 - Untung Wahyudi

Leave a comment