(Koran Jakarta, 30 Mei 2018)

Wajah Islam kembali tercoreng, khususnya di Indonesia pasca pengeboman tiga gereja di Surabaya beberapa waktu lalu. Apalagi, dari hasil investigasi ditemukan sejumlah bukti bahwa pelaku bom bunuh diri yang menewaskan belasan korban itu adalah dari keluarga Muslim. Belum lagi bom yang meledak di pintu masuk Mapolrestabes Surabaya, sehari setelahnya. Tak ayal hal ini semakin “menyudutkan” bahwa Islam adalah agama yang penuh kekerasan.

Padahal, aksi terorisme tak pernah dibenarkan oleh agama mana pun. Mau Islam, Kristen, Hindu, Buddha, semua tak membenarkan aksi teror tersebut. Lebih-lebih Islam, agama yang senantiasa mengajarkan cinta damai dan rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil’alamin).

Lalu, bagaimana dengan wajah dan napas Islam di Barat? Lewat buku Sebentang Kearifan dari Barat, Oki Setiana Dewi, aktris yang juga seorang dai, mengisahkan pengalamannya berinteraksi dengan orang-orang di negara yang minoritas Muslim. Oki mengisahkan perjalanan spiritualnya ke beberapa negara di Eropa seperti Australia, Jerman, dan Spanyol.

Saat berada di Australia, Oki memahami bahwa ada karakteristik orang Barat yang berbeda dengan karakteristik orang Timur. Bangsa Timur dikenal sebagai bangsa yang senang bergotong-royong dan tolong-menolong. Sementara bangsa Barat, dikenal dengan kepribadian individualistik.

Oki memahami individual di sini sebagai sikap seseorang yang meyakini bahwa setiap orang memiliki ruang privat, khususnya hak dan urusannya masing-masing. Namun, bukan berarti tak peduli dengan urusan orang lain. Karena itu, individualis di negara barat bukan mengarah pada sifat egois, melainkan pada memahami dan menghormati kepentingan orang lain (hlm. 29).

Selain sikap toleransi yang wajib dijunjung tinggi, dialog lintas agama pun diperlukan demi perdamaian. Dengan dialog lintas agama, antarpemeluk agama saling mengenal satu sama lain dan diharapkan akan timbul toleransi, saling pengertian, dan penyelesaian konflik. Dialog yang dilakukan pun bukan bertujuan mendapatkan pengakuan dari pihak lain bahwa agamanya paling benar, melainkan setiap pihak memberikan pengakuannya tentang kepercayaan pada orang lain (hlm. 34).

Selama di Australia, Oki dan rekan-rekannya pun diajak menghadiri dialog lintas agama. Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah St. Patrick’s Catholic Catedral di Eatern Hill. Katedral ini dibangun di atas poros tradisional timur-barat, dengan latar di ujung timurnya. St. Patrcik’s adalah bangunan gereja terbesar dan tertinggi di Australia. Perancang bangunan ini adalah William Wardell, seorang arsitek yang juga merancang Katedral St. Mary di Sidney.

Selama di sana, Oki dan kawan-kawan dipandu beberapa pastor untuk mengelilingi gereja. Sebagai seorang Muslimah, Oki mengaku baru pertama kali memasuki sebuah gereja. Sekitar satu jam seorang pastor yang mendampingi mereka menjelaskan simbol-simbol, makna gambar, atau patung yang berada di gereja tersebut. Mendengarkan penjelasan tersebut dan melihat secara langsung bangunan gereja membuat Oki bisa memahami sesuatu dari perspektif yang berbeda.

Mereka saling bertukar informasi. Kalau pastor menjelaskan dalam perspektif agama mereka, Oki pun menjelaskan dari perspektif Islam. Oki berharap kunjungan ke gereja itu bisa menambah keimanan dan kecintaannya pada Islam. Sebagaimana begitu dihormatinya Yesus dan ibunya, Maryam, begitu pulalah rasa cinta Oki yang membara kepada kedua hamba Allah itu. Yesus dalam Islam dikenal sebagai Nabi Isa a.s. beserta ibunya, Siti Maryam yang namanya jelas-jelas diabadikan dalam Al-Quran (hlm. 36).

Interaksi Oki dengan orang-orang di Barat yang tercatat dalam buku 242 halaman ini menjadi pelajaran berharga bahwa orang-orang nonmuslim begitu menghargai kehadiran Islam. Prinsip-prinsip agama Islam mereka pahami sehingga, terciptalah toleransi yang tinggi. Suasana yang begitu damai dan tenteram di bawah naungan cahaya Islam yang universal dan cinta damai. Hal ini penting dilakukan agar siapa pun bisa memulihkan citra buruk Islam di mata dunia akibat berbagai aksi teror yang tak kunjung reda, bahkan hingga sekarang. (*)

Sebentang Kearifan dari Barat | Oki Setiana Dewi | Mizania, Bandung | Pertama, Maret 2018 | xxiv + 242 Halaman | 9786024181734

Sebentang Kearifan dari Barat - Koran Jakarta - 30 Mei 2018 - Untung Wahyudi

Leave a comment